KEBIJAKAN SOEHARTO
DALAM MENGURANGI JUMLAH PENDUDUK MELALUI PROGRAM KELUARGA
BERENCANA
TAHUN 1957
Oleh : DEVI WILANTRI
Pembimbing: Aulia Rahman, S.Hum., M.A
A.
Sejarah Keluarga Berencana di Indonesia
Thomas Robert Malthus seorang
pendeta dari Inggris pada tahun 1978 mengeluarkan sebuah buku dengan judul An Essay on the Principle of
Population as it Affects the Future Improvement of Society. Inti
pemikiran Malthus menyebutkan bahwa pertumbuhan penduduk cenderung melampui
pertumbuhan persediaan makanan. Jumlah penduduk cenderung tumbuh secara “deret
ukur” (misalnya, dalam lambang 1, 2, 4, 8, 16 dan seterusnya) sedangkan
persediaan makanan cenderung tumbuh secara “deret hitung” (misalnya, dalam
deret 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7 dan seterusnya).
Permasalahan yang digambarkan oleh
Malthus itulah yang saat ini menghantui negara-negara di dunia termasuk
Indonesia. Saat ini jumlah penduduk di Indonesia telah mencapai 216 juta jiwa
dan menduduki urutan keempat terbanyak di dunia. Selain itu laju pertambahan
penduduk Indonesia sebesar 1,49 persen per tahun, artinya di Indonesia setiap
tahun jumlah penduduk bertambah 3-3,5 juta jiwa, dan ini hampir sama dengan
jumlah penduduk Singapura.
Jika tidak dikontrol, maka Indonesia
akan mengalami ledakan penduduk yang cukup besar beberapa tahun mendatang.
Ledakan penduduk tersebut tentu saja akan menimbulkan ancaman seperti
kemiskinan dan kelaparan. Sebenarnya pemerintah Indonesia telah membuat suatu
kebijakan untuk menekan angka pertumbuhan penduduk yaitu dengan program
Keluarga Berencana (KB). Program yang diluncurkan pada masa orde baru itu
terbilang sukses, karena telah terbukti mengantarkan Soeharto ke New York untuk
menerima penghargaan bidang kependudukan dari Perserikatan Bangsa-bangsa tahun
1988.
Pemerintah mengambil suatu langkah
antisipasi untuk menekan tingginya laju pertumbuhan penduduk dengan membentuk
sebuah badan yang secara spesifik dan khusus bertanggung jawab terhadap
pengendalian pertumbuhan penduduk di Indonesia, yaitu BKKBN yang resmi berdiri
melalui Keputusan Presiden RI No. 8 Tahun 1970. Realisasi dari
pelaksanaan BKKBN memungkinkan adanya peran dan keterlibatan berbagai pihak.
Dalam tugas promosi, BKKBN banyak melibatkan tokoh masyarakat dan pemerhati KB,
sedangkan dalam pelayanan kontrasepsi, BKKBN senantiasa bekerja sama dengan
kementrian kesehatan yang dalam hal ini menempatkan bidan sebagai tenaga
kesehatan profesional.
Pada masa orde lama, kebijakan
keluarga berencana kurang diperhatikan, soekarno menganggap bahwa jumlah penduduk
yang besar merupakan aset negara
yang sangat penting, sehingga ia tidak menganjurkan adanya program keluarga
berencana. Namun kontradiksi kebijakan itu terjadi ketika soeharto naik, dan
orde baru dibawah kepemimpinannya menganjurkan bahkan mewajibkan (untuk
kalangan PNS) untuk setiap keluarga mengikuti program KB.
Dinamika transisi perubahan
kebijakan Keluarga Berencana dari rezim ke rezim merupakan suatu fenomena
yang menarik dalam kajian sejarah demografi, dan terlebih apabila fenomena
tersebut dihubungkan dengan kondisi lonjakan pertumbuhan penduduk Indonesia
saat ini yang sangat pesat. Keluarga
Berencana atau disingkat KB merupakan program yang ada di hampir setiap negara berkembang,
termasuk Indonesia, program ini bertujuan untuk mengontrol jumlah
penduduk dengan mengurangi jumlah anak yang dilahirkan oleh perempuan usia 15-
49 tahun, yang kemudian disebut dengan angka kelahiran total atau total fertility rate (TFR).
Dengan pengaturan jumlah anak tersebut diharapkan keluarga yang mengikuti
program ini dapat meningkatkan kesejahteraan dan kualitas kehidupan mereka.
Penerapan keluarga berencana
biasanya dilakukan pada saat pemerintah kurang mampu untuk mengimbangi tingkat
laju pertumbuhan penduduk, dengan kebutuhan serta fasilitas yang dapat menjamin
kesejahteraan penduduknya. Sebenarnya jumlah penduduk yang besar dapat menjadi
potensi penggerak yang kuat jika penduduknya berkualitas.
Namun
potensi dari jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar kurang mampu
dioptimalkan oleh pemerintah. Selain itu banyaknya jumlah penduduk yang tidak
diimbangi dengan pemenuhan kebutuhan serta fasilitas, menimbulkan berbagai
macam persoalan sosial, mulai dari meningkatnya angka kriminalitas, pemukiman
kumuh, kemacetan, kerusakan lingkungan, persaingan yang ketat dalam memperoleh
lapangan pekerjaan, hingga pelayanan kesehatan yang buruk.
B.
Kebijakan
Kependudukan Masa Pemerintahan Soeharto
Pada tahun 1965 terjadi kudeta yang
disebut G 30 S dan aksi penolakan terhadap PKI. Peristiwa-peristiwa tersebut akhirnya
berujung dengan turunnya Soekarno dari tampuk kepemimpinan. Selain itu
muncullah Soeharto dan orde barunya yang akan membawa angin perubahan dalam
kebijakan kependudukan di Indonesia.
Soeharto yang sangat pro barat
memiliki kebijakan yang berbeda dengan Soekarno. Dalam hal kependudukan pun
Soeharto mendapat bantuan dari USAID dan UNFPA. Sehingga program kebijakan
kependudukan Soeharto berasal dari saran-saran negara barat. Selain itu
Soeharto juga berhasil mengatasi hambatan berupa moralitas agama, yang seperti
diketahui moralitas agama merupakan salah satu hal yang mempengaruhi lancar
atau tidaknya program pengendalian penduduk. Dalam hal ini MUI (Majelis
Ulama Indonesia) membuat suatu fatwa atau resolusi yang intinya mengizinkan
adanya kontrasepsi dan mendukung kebijakan pemerintah tentang pengendalian
penduduk.
Suatu hal yang sangat fenomenal,
mengingat gerakan moralis agama merupakan tantangan terbesar bagi kebijakan
pengendalian penduduk. Orde baru dibawah kepemimpinan Soeharto sukses untuk merangkul
kaum Moralis Agama (MUI), selain itu Soeharto menandatangani Pimpinan Dunia
‘Deklarasi Kependudukan pada tahun 1967 sebagai bukti komitmennya untuk
mengurangi jumlah laju pertumbuhan penduduk. Setahun kemudian Soeharto
membentuk Lembaga Keluarga Berencana Nasional (LKBN), Pada tahun 1970 terjadi
peningkatkan status dari LKBN menjadi dewan koordinasi (BKKBN) dengan ketua
yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
Peran sentral Soeharto dalam
pembentukan program keluarga berencana dan dukungannya yang teguh dalam
pelaksanaannya, diakui secara internasional dengan pemberian award 1989 dari
PBB. Sementara tidak ada keraguan bahwa Soeharto membuat kontribusi yang luar
biasa untuk program ini, hal itu dilakukan sebagai upaya penting dalam
memberikan wawasan bagi mereka yang berada dalam kesulitan nyata serta sebagai
jawaban untuk mengatasi penolakan serta permusuhan terhadap keluarga berencana.
Dapat ditarik benang merah, bahwa
ternyata pergantian penguasa juga diikuti dengan pergantian kebijakan. Khususnya
kebijakan yang berkaitan dengan masalah kependudukan. Dengan mempelajari
kebijakan kependudukan dari setiap rezim atau pihak yang berkuasa dapat dilihat
orientasi kebijakan kependudukan yang berbeda-beda, tergantung visi dan
ideologis pembangunan pada masa itu. Kebijakan-kebijakan yang berbeda-beda dari
zaman kolonial hinga pasca proklamasi kemerdekaan tersebut, akhirnya sangat
mempengaruhi strukrur kependudukan Indonesia saat ini.
C.
Organisasi
Keluarga Berencana
1. Organisasi non
pemerintah yaitu PKBI (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia)
Pada tahun 1953, sekelompok masyarakat yang terdiri dari berbagai golongan,
khususnya dari kalangan kesehatan memulai prakasa kegiatan KB. Kegiatan
kelompok ini berkembang hingga berdirilah Perkumpulan Keluarga Berencana
Indonesia (PKBI). Pada tahun 1957 tepatnya pada tanggal 23 Desember 1957 dengan
Soeharto sebagai Ketua PKBI adalah pelopor pergerakan keluarga berencana
yang membantu masyarakat yang memerlukan bantuan secara sukarela.
Tujuan dari PKBI adalah memperjuangkan terwujudnya keluarga sejahtera melalui 3
macam usaha yaitu:
a. Mengatur kehamilan
b. Mengobati kemandulan
c. Memberi nasehat perkawinan
Pada tahun 1970 LKBN dibubarkan oleh pemerintah dan
kemudian dibentuk Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)
2. Organisasi pemerintah yaitu BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana
Nasional)
Keputusan Presiden RI Nomor 8 tahun 1970 tentang BKKBN
yaitu Depkes sebagai unit pelaksana program KB. BKKBN yaitu badan resmi
pemerintah yang bertanggungjawab penuh mengenai pelaksanaan program KB di
Indonesia. Keuntungan dari BKKBN adalah:
a. Memungkinkan program-program melepaskan diri
pendekatan klinis yang jangkauannya terbatas.
b. Memungkinkan besarnya peranan pakar-pakar non medis dalam mensukseskan
program keluarga berencana di Indonesia melalui pendekatan ke masyarakat.
Sedangkan fungsi BKKBN adalah pengkoordinasi,
perencana, perumus kebijaksanaan, pengawas pelaksanaan dan evaluasi. Pada waktu
itu tujuan program Keluarga Berencana adalah :
a. Memperbaiki kesehatan dan kesejahteraan ibu,anak
keluarga dan bangsa.
b. Mengurangi angka kelahiran untuk menaikkan taraf hidup rakyat dan bangsa
Dalam perkembangan selanjutnya BKKBN mengembangkan
lagi kegiatannya menjadi Program Nasional Kependudukan dan KB (KKB)
yang pada waktu ini mempunyai 2 tujuan:
a. Tujuan demografis, yaitu mengendalikan tingkat pertumbuhan penduduk berupa
penurunan angka fertilitas dari 44 permil pada tahun 1979 menjadi 22 permil
pada tahun 1990 atau 50 % dari keadaan pada tahun 1971
b. Tujuan normatif, yaitu dapat dihayati Norma Keluarga Kecil bahagia
dan Sejahtera (NKKBS) yang pada satu waktu akan menjadi falsafah hidup
masyarakat dan bangsa Indonesia.
D.
Kebijakan Keluarga
Berencana Masa Soeharto
Program Keluarga Berencana di Indonesia dimulai sekitar
tahun 1957. Pada tahun tersebut, didirikan Perkumpulan Keluarga Berencana
Indonesia (PKBI). Pada saat itu, program keluarga berencana masuk ke Indonesia
melalui jalur urusan kesehatan. Pada masa orde baru, program keluarga berencana
mulai menjadi perhatian pemerintah. PKBI sebagai organisasi yang mengelola
program keluarga berencana mulai diakui sebagai badan hukum oleh Departemen
Kehakiman. Pemerintahan orde baru ini, yang menitik beratkan pembangunan pada
sektor ekonomi, menyadari bahwa program keluarga berencana sangat berkaitan
erat dengan pembangunan ekonomi.
Sebagaimana dengan optimisnya Soekarno yang bangga dengan
jumlah penduduk yang besar. Soeharto juga bangga bahwa ia dapat mensederhanakan
berbagai solusi permasalahan kependudukan dengan mengintensifkan eksploitasi
tanah. Namun, optimismenya malah menjadi masalah ketika akhirnya jumlah
penduduk Indonesia malah menjadi beban pemerintah dan menjadi hambatan terbesar
bagi pembangunan nasional. Dan masalah ini semakin rumit, ketika pertambahan
penduduk tidak sebanding dengan pemerataan ekonomi.
Masa orde baru dibawah pemerintahan Soeharto berhasil
mengatasi hambatan terbesar tentang permasalahan kependudukan. Dan untuk
mengurangi lajunya jumlah penduduk, Soeharto membentuk program keluarga
berencana (KB) yang bertujuan untuk menurunkan angka kemiskinan, dan wilayah
yang mulai terbatas serta menjadikan keluarga sejahtera dan berkualitas.
E.
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian
di atas, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1.
Malthus pada zaman industri sedang
berkembang berpikir bahwa manusia jangan terlalu banyak berkhayal dengan
kemampuan teknologi mereka akan dapat memenuhi segala kebutuhan karena pertumbuhan
manusia laksana deret ukur, sedangkan pertumbuhan dan kemampuan sumber daya
alam untuk memenuhinya berkembang dalam deret hitung. Dengan demikian dalam
suatu saat manusia akan sulit untuk memenuhi segala kebutuhannya karena sumber
daya alam yang terbatas.
2.
Masa orde baru dibawah pemerintahan Soeharto berhasil mengatasi hambatan
terbesar tentang permasalahan kependudukan. Dan untuk mengurangi lajunya jumlah
penduduk, Soeharto membentuk program keluarga berencana (KB) yang bertujuan
untuk menurunkan angka kemiskinan, dan wilayah yang mulai terbatas serta
menjadikan keluarga sejahtera dan berkualitas.
F.
SARAN
Mempelajari sejarah demografi dapat
digunakan sebagai kunci untuk memahami perubahan yang terjadi di masyarakat.
Selain itu salah satu fungsi mempelajari sejarah demografi ialah digunakan
untuk memprediksi kondisi penduduk di masa yang akan datang. Sehingga
dengan memahami perubahan di masayarakat, dapat dicari solusi-solusi untuk
mengatasi beberapa problem kependudukan yang ada di masyarakat.
G.
DAFTAR PUSTAKA
An Nabhani, T.
2003. Peraturan Hidup Dalam Islam. Bogor:
Pustaka Thoriqul Izzah.
Arjoso, S. 1991. Sejarah Perkembangan Keluarga Berencana dan
Program Kependudukan. Jakarta: Pusat Pelatihan dan Pendidikan BKKBN.
Thomas Linblad.
2000. Sejarah Ekonomi Modern Indonesia:
Berbagai Tantangan Baru. Jakarta: Pustaka LP3ES.